(INFO ZAMZAM) – Kehadiran Pengasuh Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Umi Waheeda ke Pondok Pesantren Modern (PPM) Zamzam Muhammadiyah, pada Senin, (8/03/2021) di aula pondok putri, salah satunya untuk berbagi (sharing) pengalaman dan memberikan motivasi tentang pentingnya penanaman jiwa kewirausahaan bagi para santri. Dimaksudkan, kelak para santri selepas mondok, kuliah, nikah, mereka bisa hidup mandiri dengan menjalankan usaha atau berbisnis hingga menjadi kaya raya. Dalam berbisnis kuncinya harus dikelola secara amanah, sidik dan fathonah.
“Sekalipun seorang mempunyai kekayaan, punya gunung emas, tetapi kalau tidak bisa memenej, tidak bisa dikelola secara amanah, fathonah dan sidik, maka semuanya akan habis. Just like Indonesia,” ujarnya dengan sedikit sindiran.
Diingatkan bahwa untuk membangun atau menghancurkan suatu bangsa, baik Indonesia ataupun negara mana saja kuncinya ada tiga. “Pertama, bangsa itu akan hancur atau rusak maka yang paling pertama disalahkan ibunya. Kedua para guru dan ketiga pemerintah. Begitu juga ketika ada anak bermasalah, jangan jauh-jauh mencari orang yang salah, jangan cari ayah, tetapi cari saja ibunya. Sebab ibu pendidik pertama. Pokok kesalahan yang kedua ada pada para guru. Dalam hal ini para guru yang tidak sidik, tidak fatonah dan tidak amanah. Kesalahan terakhir ada pada pemerintah,” tegasnya.
Menurut calon doktor yang pernah mendapat beasiswa di Universitas Oxford Inggris, piawai Bahasa Inggris dan Sastra Inggris, dalam ceramahnya menekankan urgensi seorang ibu dalam pendidikan anak. Sebab anak saleh merupakan bagian dari tiga unsur yang dapat menyelamatkan nasib setiap jiwa di alam kubur sebelum akhirnya menjalani tahapan kehidupan selanjutnya hingga hari kiamat.
“Pertama anak saleh yang mendoakan kedua orang tuanya. Kedua Ilmu yang bermanfaat. InsyaAllah para ustadz/ ah dapat itu, ketika mengajar santri dengan ikhlas. Lalu para santri mengajarkan ilmu kepada orang lain sehingga menjadi amal yang pahalanya tidak terputus. Seperti mengajarkan ilmu kewirausahaan yang kelak dipraktikan para santri kemudian mendapatkan rizki yang khalalan thayibah wal barokah. Semua itu menjadi rangkaian amal saleh,” urainya.
Menurut muslimah kelahiran Singapura yang dibesarkan di Queens Town dan hidup di lingkungan modern serba ada ini, dirinya jika sharing di berbagai tempat, pesantren dan lainnya selalu mengajak para santri dan wanita pada umumya agar senantiasa meneladai sepak terjang istri Rasulullah, Khadijah.
“Para wanita jadilah sosok-sosok seperti sayyidatina Khadijah millenial. Wanita kaya raya yang punya tanah sepertiga Makkah, seorang pengusaha, konglomerat dan seorang bangsawan. Itulah yang menjadi pendamping Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Islam tidak mungkin menjadi seperti ini, tanpa perjuangan dari sayyidatina Khadijah. Kemana saya pergi, saya ingin, para santri, murid saya, wanita Indonesia dan wanita muslimah di dunia harus menjadi sayyidatina Khadijah millenial. Wanita yang bisa mengorbankan segalanya untuk Islam. Kaya raya, berpendidikan, smart, intelegent, creatif, fatonah, amanah dan siddik,” panjatnya penuh optimis.
Diakunya pula bawha tidak mudah bagi orang kaya memanafaatkan hartanya untuk kepentingan fi sabilillah. Hal itu mengingatkan kepada pesan Abah sebutan Umi kepada alm. Syeh Habib Seggaf suaminya. Ketika menjelang wafatnya, yang berpesan bahwa beliau tidak meninggalkan warisan kecuali wakaf. (h)